Cari Blog Ini

Jumat, 14 September 2012

Mengejar Tujuan di Bangku Kuliah, Apa Masalahnya? Oleh: Tari Purwanti

Parameter Kesuksesan Dalam kehidupan kita tentu mengenal arti dari sebuah tujuan. Seperti jarum jam yang senantiasa bergerak dari satu angka ke angka lain seperti mencari sesuatu. Ketika telah sampai ke angka 12, jarum jam akan mengulang dari nol detik ke detik selanjutnya. Memulai kembali dari angka satu. Dalam kehidupanpun demikian, bedanya, jika jarum jam selalu mengarah ke angka yang sama setelah 12 jam, dalam kehidupan justru semakin komplekslah tujuan-tujuan baru yang segera menyusul ketika suatu tujuan telah berhasil kita raih, dan semakin banyak pula tujuan-tujuan yang harus kita capai. Dalam dunia pendidikan misalnya, ketika kita telah memasuki masa SMA, tujuan selanjutnya adalah: Lulus UN dengan hasil maksimal agar diterima di Perguruan Tinggi favorit. Sebenarnya yang saya bingungkan dari segi pendidikan ini adalah sebuah stigma bahwa pendidikan tinggi adalah indikator kesuksesan padahal, semua itu tergantung kepada subjek yang menjalani sebuah pendidikan. Sukses atau tidaknya masa depan kita di masa depan, tergantung bagaimana cara kita menjalani hari ini. Memilih untuk Sukses Memilih sebuah univeritas terbaik di Indonesia sempat membuat saya pesimis, karena tidak ada jaminan bahwa saya akan diterima. Bahkan, saya sempat berpikir untuk melanjutkan pendidikan ke sebuah politeknik di Indonesia karena selain kuliah singkat, juga dipermudah untuk segera mendapat pekerjaan. Namun kemudian saya kembali berpikir: apakah saya kuliah hanya untuk bekerja? Tentu saja jawabannya tidak. Akhirnya, ketika SNMPTN Tulis akan dilaksanakan, saya memilih jurusan antropologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Padjadjaran sebagai pilihan kedua setelah FIB UNPAD. Alasan saya memilih antropologi sangat sederhana, yaitu karena saya senang dengan kata: “logy”. Karena saya dari jurusan IPS, tentu kata “logy” sangat berarti untuk saya. Lalu, kenapa saya tidak memilih jurusan sosiologi? Alasannyapun sederhana: karena sosiologi sudah saya pelajari di SMA, sementara antropologi merupakan ilmu baru bagi saya. Beberapa minggu kemudian, pengumuman SNMPTN Tulis dilaksanakan dan akhirnya saya diterima di jurusan antropologi FISIP UNPAD Jatinangor. Awalnya, proses seleksi terasa berat. Namun, hasil yang saya raih tidak mengecewakan. “Asa bucat bisul” kata orang Sunda mah. Awal Memasuki Lembaran Baru Menjadi seorang mahasiswa baru di salah satu universitas terbaik di Indonesia tentu membuat saya memiliki banyak PR. Karena ketika dalam proses seleksi pastilah Universitas Padjadjaran melakukan proses yang sangat ketat. Sehingga, persaingan dalam bidang akademispun semakin ketat demi meraih prestasi. Sebagai seorang mahasiswa baru di Universitas, kami dihadapkan pada beberapa acara penyambutan dan pengukuhan mahasiswa baru seperti: Penerimaan Mahasiswa Baru tingkat Universitas, tingkat Fakultas, POSTMO, dan OSPEK jurusan. Pada acara PMBU, para mahasiswa yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan budaya di Indonesia diharapkan dapat berbaur dan beradaptasi dalam lingkungan baru: Universitas Padjadjaran. Melalui cara pengelompokkan tercampur dari berbagai fakultas di Universitas Padjadjaran. Dalam acara Penerimaan Mahasiswa Baru tingkat Fakultaspun demikian. Namun bedanya hanya fakultas saja. Dalam acara PMBF ini diharapkan mahasiswa baru dapat saling mengenal teman satu angkatan di fakultas, mengenal dekan dan para pembantu dekan, dosen, dan beberapa senior. Perkuliahan dimulai sejak tanggal 3 September 2012 dengan daiwali pengenalan para dosen jurusan antropologi, dan perwalian untuk KRS. Bagian-bagian penting dari pengenalan ini menghasilkan banyak pengalaman berharga ketika memasuki awal perkuliahan di jurusan antropologi FISIP UNPAD. Penghuni baru antropologi terdiri dari berbagai suku bangsa dan budaya yang tersebar di Indonesia. Ada teman yang berasal dari Padang, Lampung, Gresik, Manado, Ambon, Medan, Bandung, dll. Uniknya, kita seolah dapat mengenal mereka dari jurusan antropologi. Seolah-olah jurusan antropologi memiliki cirri khusus, bahkan para calon antropolognya. Berbagai ciri khas dari individu begitu diekspose di jurusan antropologi. Beberapa teman ada yang logat daerahnya sangat kental, seperti asli Sunda yang logatnya sangat kental, dari Jakarta yang menggunakan bahasa “elo-gue”, dari daerah Bandung yang menggunakan bahasa tercampur antara bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia meskipun nada bicaranya tetaplah orang Sunda. Bahkan ada juga salah seorang teman yang berasal dari begara tetangga, Malaysia. Ada beberapa teman laki-laki yang berambut panjang dan keriting, ada pula yang dicukur rapi dengan gaya casuallnya. Para dosen yang mengajar di jurusan antropologipun tidak kalah menarik. Dan membuat saya benar-benar merasa dalam lingkungan baru. Seperti beragamnya gaya para dosen, cara bicaranya, dan bahkan caranya menghadapi para mahasiswa baru. Ada dosen yang terlihat sangat melestasrikan adat Sunda, dengan logat “nyunda”-nya yang sangat kental, ada dosen yang anggun dan rapi, ada yang bergaya formal lengkap dengan jasnya, ada pula yang bergaya sangat santai namun tetap berwibawa. Yang tidak kalah menarik adalah salah satu dosen pria yang memiliki rambut panjang dan di kepang dibelakang. Tidak hanya teman seangkatan dan para dosen yang wajib dikenal, kakak tingkat dari jurusan yang samapun ingin dikenal adik-adik tingkatnya. Namun tidak jarang berbagai tindak senioritas masih sering ditemukan dalam proses: perkenalan. Seperti ketika mahasiswa baru yang sedang kelaparan dan memilih untuk makan di kantin, seolah-olah kantin hanyalah milik senior, dan junior tidak berhak menginjakkan kaki apalagi makan di kantin. Tindakan senioritas terhadap mahasiswa baru tidaklah menimbulkan rasa segan dan hormat, namun sebaliknya malah menimbulkan rasa benci. Yang paling mengejutkan adalah ketika senior-senior wanita merokok bersama teman-teman prianya dengan menggunakan pakaian yang tidak sopan. Lalu jika demikian, dibawa kemanakah tujuan yang mereka pegang ketika mereka menjadi seorang mahasiswa baru seperti saya? Bukankah seharusnya senior itu memberikan contoh yang baik untuk juniornya? Bukankah dulunya mereka sama seperti saya, kuliah untuk mendapat ilmu? Sebuah Peta Rencana Kata Bapak Muradi ketika mengisi materi POSTMO, menjadi seorang mahasiswa kita harus mampu aktuf berpartisipasi dalam tiga misi: Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian terhadap masyarakat. Karena kita mahasiswa, kita dituntut untuk menunjukkan intelektualitas sebagai mahasiswa dan mampu menjadi perantara antara masyarakat dan pemerintah. Namun, bagaimana cara kita memulai perjalanan hidup kita sebagai mahasiswa? Dan apa sumbangsih kita terhadap masyarakat? Tidak heran, sebuah system dan metode dalam pencapaian target sangat diperlukan. Tidak ayal lagi, beberapa system atau metode untuk mencapau suatu target tertentu terkadang mealah meimbulkan berbagai persepsi yang salah dan menyimpang dari yang seharusnya. Untuk itu, perlu dibuat sebuah “plan map”, begitupun dalam bangku kuliah, agar tidak terjadi kelalaian dalam pencapaian target agar tercapai hasil tercapai maksimal meski terdapat banyak perbedaan dan persaingan semakin ketat dalam perkuliahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar