Cari Blog Ini

Sabtu, 26 April 2014

PERAN ANAK DALAM KEBUDAYAAN


Oleh : Tari Purwanti
Seorang individu dapat dikatakan sebagai anak-anak adalah ketika dia menginjak usia 4-17 tahun. Penyebutan “anak” begitu relatif, ada yang menyebutkan di usia 6-13 tahun, ada pula yang menyebutkan antara 5-14 tahun. Anak menurut perspektif antropologi sebagai individu yang merupakan bagian suatu kebudayaan, yang dibentuk melalui pola pengasuhan orang tua, dan melakukan sosialisasi dengan lingkungan sosialnya. Dari perspektif tersebut dapat diambil tiga garis besar yakni:
1.      Bagian dari kebudayaan, anak berhadapan langsung dengan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang melalui orang tua atau yang mengasuhnya. Anak yang diasuh oleh dua subyek (ayah-ibu) yang berlatar belakang budaya yang berbeda akan mempengaruhi budaya anak tersebut. inilah yang disebut dengan istilah asimilasi. Dimana budaya anak merupakan hasil bertemunya dua budaya yang berbeda.
2.      Pola pengasuhan yang dilakukan oleh kedua orang tua, bukan salah satu. Hal ini memungkinkan anak akan mempelajari ajaran atau perilaku atau tindakan atau apa yang disosialisasikan kedua orangtuanya sehingga sensor motoriknya memungkinkan ia untuk meniru apa yang disosialisasikan orangtuanya.
3.      Anak dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungan sosial tempat ia bersosialisasi. Seorang anak bisa jadi diperngaruhi atau terpengaruh oleh kebudayaan dimana ia berada. Ini disebabkan karena proses sosialisasi yang terjadi pada anak semasa ia mempelajari kebudayaan dimana ia tinggal tergolong cukup lama sehingga memungkinkan ia melakukan proses kebudayaan atau tertanam dalam jiwanya nilai-nilai budaya dimana ia berada.

Anak akan mengetahui perannya dalam kehidupan bermasyarakat setelah ia melakukan sosialisasi, yaitu proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dengan masyarakat dimana ia tinggal. Sedangkan mengenai kebudayaan perlu ia pelajari melalui enkulturasi, yaitu komunikasi budaya. Jika anak tidak mengalami sosialisasi dan/atau enkulturasi, maka ia tidak akan dapat berinteraksi sosial, ia tidak akan dapat melakukan tindakan sosial sesuai status dan peranannya serta kebudayaan masyarakat. Sosialisasi menekankan kepada pengambilan peran, sedangkan enkulturasi menekankan kepada pemerolehan kompetensi budaya.
Pembentukan karakter anak bergantung kepada bagaimana proses sosialisasi dan enkulturasi kebudayaan dimana ia berada, sehingga nantinya yang akan muncul adalah perbedaan karakter anak sesuai dengan kebudayaan dimana ia berada.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi diunduh pada 12 Juli 2013, 14:39 WIB.
http://toniannabil.wordpress.com/2013/02/22/8/ diunduh pada 9 Juli 2013, 12:49 WIB.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar